BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Dalam
masyarakat yang modern seperti sekarang ini, yang ditandai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi disegala bidang kehidupan, sering kita bedakan ruang
tempat tinggal manusia itu menjadi wilayah perkotaan dan pedesaan. Sedangkan
wilayah perkotaan merupakan wilayah pusat-pusat dari kegiatan manusia di luar
sektor pertanian, seperti pusat industri, perdagangan, sektor jasa, dan
pelayanan masyarakat, pendidikan, pemerintahan, dan sebagainya sehingga dalam
kehidupan sehari-harinya, kota terlihat sangat sibuk. Tingkat pemanfaatan ilmu
pengetahuan dan teknologi dalam kehidupan masyarakat kota umumnya lebih tinggi
bila dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Pada hakekatnya kota itu lahir dan
berkembang dari suatu wilayah pedesaan yang sebelumnya merupakan panorama
alamiah berupa sawahan, kebun atau daerah perbukitan dengan kesejukan udara dan
keindahan alamnya telah diubah oleh manusia menjadi bangunan-bangunan
Perkantoran, perumahan, pasar, pusat-pusat pertokoan dan tempat-tempat
fasilitas lainnya.
Pada masa saat ini,
kebanyakan kota-kota yang ada memilki fungsi yang banyak (multi function city).
Hal ini terjadi karena manusia memiliki kegiatan yang beragam misalnya kegiatan
politik, kegiatan sosial, kegiatan ekonomi, kegiatan budaya, yang umumnya
berpusat pada kota-kota tersebut.
Masing-masing kota memiliki potensi dan penonjolan fungsi-fungsi yang
berbeda. Hal ini tekait dengan latar belakang historikal, kultural, fisikal,
kemasyarakatan, ekonomi, dan lain-lain yang saling berkaitan yang secara
bersamaan memberikan corak yang khas terhadap masing-masing kota.
Terdapat beberapa cara yang dilakukan dalam mengklasifikasikan kota, yang
didapatkan melalui usaha yang bersifat sugestif dimana fungsi yang
dianggap paling menonjol diantara kegiatan-kegiatan yang ada, digunakan sebagai
dasar klasifikasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Kota Menurut Beberapa Para Ahli
Menurut
R.Bintarto, kota merupakan sebuah bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur
alamiah yang cukup besar dan corak kehidupan yang bersifat heterogen dan
materialistik dibandingkan dengan daerah disekitarnya.
Menurut Grunfeld, kota adalah suatu pemukiman dengan
kepadatan penduduk lebih besar dari pada kepadatan wilayah nasional, dengan
struktur mata pencaharian non agraris dan system penggunaan tanah yang beraneka
ragam serta ditutupi oleh gedung-gedung tinggi yang lokasinya sangat
berdekatan.
Berdasarkan peraturan mentri Dalam Negeri RI Nomor 4
tahun 1980, pada hakekatnya
kota mempunyai 2 macam pengertian, yaitu:
suatu wadah yang memiliki batasan
administratif wilayah, seperti kotamadya dan kota administratif sebagaimana
telah diatur oleh perundang-undangan. Sebagai lingkungan kehidupan perkotaan
yang mempunyai ciri non agraris, misalnya ibukota kabupaten, ibukota kecamatan
yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan dan pusat pemukiman.
2. 2
Ciri-Ciri Fisik Kota
Berbeda dengan fisik wilayah pedesaan
yang banyak didominasi oleh lahan pertanian, daerah perkotaan dicirikan oleh
pola penggunaan lahan yang lebih banyak merupakan bentang budaya hasi karya
manusia, seperti gedung-gedung, kompleks perumahan penduduk, jalur jalan
raya, dan sebagainya. Sangat sulit kita temui wilayah-wilayah yang masih
alamiah. Beberapa contoh bentang budaya yang menjadi ciri fisik yang khas bagi
daerah pekotaan, terutama di kota-kota besar antara lain:
Wilayah perkotaan, supermarket, gedung-gedung
perkantoran dan gedung-gedung fasilitas hiburan. Kompleks-kompleks bangunan
tersebut biasanya terletak di pusat kota. Setiap hari daerah kota ini
senantiasa sibuk sebab merupakan pusat kegiatan ekonomi penduduk baik di sektor
perdagangan maupun di sektor pelayanan dan jasa. Di wilayah pusat kota besar
banyak kita jumpai pusat perbelanjaan yang menyediakan kebutuhan masyarakat
yang tinggal didaerah sekitarnya.
Alun-alun yang terletak di pusat kota.
Menurut sejarahnya alun-alun berfungsi sebagai tempat pertemuan raja
(pemerintah) dengan rakyatnya, namun pada saat ini fungsinya sudah mulai
berubah menjadi tempat istirahat atau jalan-jalan masyarakat yang mengunjungi
pusat kota.
Tempat parkir kendaraan penduduk. Tempat parkir
kendaraan ada yang secara khusus dislokalisasi di tempat tertentu namun ada
pula yang disediakan di pinggiran jalan.
Sarana rekreasi masyarakat, terdiri atas
rekreasi pendidikan (misalnya musium dan planetarium) sarana rekreassi hiburan
seperti gedung film atau tempat-tempat hiburan lainnya, dan sarana rekreasi
olah raga, seperti kolam renang.
Sarana olahraga misalnya sport centre,
gelora, dan lapangan sepak bola.
Open space, yaitu daerah terbuka yang berfungsi
sebagai paru-paru kota, biasanya berupa green belts atau
jalur-jalur hijau, yakni pohon-pohon yang ditanam di sepanjang jalan,
serta city gardensatau taman kota.
Kompleks perumahan penduduk yang terdiri atas :
(a). Daerah pemukiman
kumuh (slums area) yang dihuni oleh penduduk kota yang gagal atau kalah
bersaing dengan penduduk lainnya dalam pencapaian tingkat kehidupan yang layak.
Daerah kumuh ini ditandai oleh kondisi rumah yangtidak layak huni, kualitas
lingkungan yang kotor dan jorok, dihuni oleh sebagian penduduk yang keadaan
ekonominya pas-pasan bahkan miskin, serta tingkat kriminalitas didaerah
tersebut relatif tinggi, seperti pencurian, perkelahian antar anggota
masyarakat dan lain-lain.
(b). Daerah pemukiman masyarakat
ekonomi lemah sampai menengah, misalnya rumah sangat sederhana (RSS),
rumah susun sederhana dan rumah-rumah BTN tipe kecil.
(c). Daerah pemukiman masyarakat
golongan ekonomi menengah ke atas, seperti rumah-rumah BTN tipe besar,
rumah real estate dan apartemen mewah atau kondominium.
3.1 Klasifikasi Kota
Sistem penggolongan atau
pengklasifikasian kota dapat didasarkan atas beberapa faktor, misalnya jumlah
penduduk yang tinggal di suatu kota, fungsi kota ataupun luas kota. Biasanya
sistem penggolongan yang dilakukan oleh suatu negara tidak sama dengan negara
lainnya. Hal ini berhubungan dengan tingkat kemajuan pembangunan yang telah
dicapai serta jumlah penduduk negara yang bersangkutan. Selain itu masih banyak
istilah-istilah yang berhubungan dengan kota yang kerap kali membingungkan,
seperti city,town, dan urban. City dapat
diartikan sebagai kota, town adalah kota kecil, sedangkan
urban atau wilayah perkotaan mempunyai pengertian sebagai suatu daerah yang
memiliki suasana kehidupan kota. Jadi walaupun letaknya di pinggiran kota,
namun apabila daerah tersebut telah memperlihatkan tanda-tanda kehidupan
penduduknya yang menyerupai masyarakat kota, maka daerah tersebut dinamakan
wilayah perkotaan.
3.2 Secara Umum Klasifikasi Kota Dapat Dibedakan
Atas :
A. Klasifikasi kota secara
numerik (Kuantitatif)
Adalah cara penggolongan kota yang didasarkan
atas unsur-unsur kuantitas (jumlah) yang terdapat di kota tersebut, seperti
jumlah penduduk, kepadatan penduduk, luas wilayah kota ataupun perbandingan
jenis kelamin (sex ratio) penduduk yang tinggal di daerah tersebut. Kiasifikasi
numerik ini banyak digunakan dalam menentukan tingkat perkembangan suatu
kota, walaupun belum ada standar yang berlaku secara umum di semua negara.
Misalnya saja untuk negara Swedia, apabila suatu daerah telah memiliki jumlah
penduduk sebanyak 200 jiwa, maka daerah tersebut sudah dapat dikatakan kota.
Untuk negara Amerika Serikat dan Meksiko, batas minimal suatu daerah dikatakan
kota adalah jika telah dihuni oleh 2.500 jiwa, sedangkan di Canada adalah 1.000
jiwa.
Sistem penggolongan kota secara kuantitatif
berdasarkan gejala pemusatan penduduk yang paling umum kita jumpai ialah yang
dibuat oleh C. Doxiadis dan N.R. Saxena. Doxiadis
mengklasifikasikan tingkat perkembangan kota berdasarkan gejala pemusatan
penduduk menjadi 12 tahapan, yaitu:
No
|
Nama
Tahapan Kota
|
Jumlah
Penduduk Minimal
|
1.
|
Dwelling Group
|
40 orang
|
2.
|
Small Neighborhood
|
250 orang
|
3.
|
Neighborhood
|
1.500 orang
|
4.
|
Small Town
|
9.000 orang
|
5.
|
Town
|
50.000 orang
|
6.
|
Large City
|
300.000 orang
|
7.
|
Metropolis
|
2.000.000 orang
|
8.
|
Conurbation
|
14.000.000 orang
|
9.
|
Megalopolish
|
100.000.000 orang
|
10.
|
Urban Region
|
700.000.000 orang
|
11.
|
Urban Continent
|
5.000.000.000 orang
|
12.
|
Ecumenepolish
|
30.000.000.000 orang
|
Menurut N.R
saxena tahapan pemusatan penduduk kota adalah sebagai berikut:
Infant Town dengan jumlah penduduk 5.000
sampai dengan 10.000 orang.
Township yang terdiri atas adolescent
township, mature township dan specialized township dengan
jumlah penduduk antara 10.000 s/d 50.000 orang.
Town city terdiri atas adolescent
town, mature town, specialized town dan adolescent city dengan
jumlah penduduk berkisar 100.000 s/d 1.000.000 orang.
Pemerintah Republik Indonesia
membuat penggolongan kota berdasarkan jumlah penduduk sebagai berikut (diolah
dari Urban Population Growth of Indonesia, 1980-1990):
Kota kecil, jumlah penduduk antara 20.000 s/d 50.000
orang jiwa. Contohnya Padang panjang (32.104 orang), Banjaran (48.170 orang).
Kota sedang, jumlah penduduk antara 50.000 s/d 100.000
jiwa. Contohnya Sibaloga (71.559 orang), Bukit Tinggi (71.093
orang), Mojokerto (96.626 orang), Palangkaraya (99.693 orang) dan
Gorontalo (94.058 orang).
Kota besar,jumlah penduduk antara 100.000 orang
sampai dengan 1.000.000 orang. Contoh: Padang 477.064 orang; Jambi
301.430 orang; Cirebon 244.906 orang;Surakarta 503.827 orang; Kediri 235.333
orang.
Metropolis, jumlah penduduk di atas 1.000.000
jiwa. Contoh: Jakarta dengan jumlah penduduk 8.222.515 orang; Bandung dengan
jumlah penduduknya 2.125.159 orang,Surabaya 2.410.417 orang dan Medan dengan
jumlah penduduk 1.685.272 orang.
B.
Klasifikasi Kota Secara Non Numerik (Kualitatif)
Sistem klasifikasi kota
secara non numerik dapat di artikan sebagai penggolongan yang di
dasarkan atas unsur-unsur kualitatif dari suatu kota, kondisi social penduduk
dan sebagainya:
Tahap
Eopolis, yaitu tahap perkembangan desa yang sudah teratur , sehingga organisasi
masyarakat penghuni daerah tersebut sudah mulai memperlihatkan
ciri-ciri perkotaan. Tahapan ini merupakan peralihan daari pola kehidupan desa
yang tradisional kearah kehidupan kota.
Tahap Polis, yaitu tahapan dimana suatu daerah kota
yang masih bercirikan sifat-sifat agraris atau berorientasi pada sektor
pertanian. Sebagian besar kota-kota di Indonesia masih berada di tahap ini.
Tahap
Metropolis, yaitu kota merupakan kelanjutan dari tahap polis. Tahapan ini ditandai
oleh sebagian besar orientasi kehidupan ekonomi penduduknya mengarah kesektor
industri. Kota- kota di Indonesia yang tergolong pada tahapan
metropolis adalah Jakarta, Bandung dan Surabaya.
Tahap Megapolis (kota maha besar) yaitu
suatu wilayah perkotaan yang ukurannya sangat besar,biasanya terdiri atas
beberapa kota metropolis yang menjadi satu sehingga membentuk jalur
perkotaan. Balam beberapa segi kota megapolis telah mencapai titik tertinggi
dan memperlihatkan tanda-tanda akan mengalami penurunan kualitas. Contah
Bos-Wash (jalur kota Boston sampai dengan Wasington di Amerika Serikat).
San-san (jalur kota San Diego sampai San Fransisco di Amerik Serikat), Randstad
Holland mulai kota Doordecht sampai Archem di Netherland.
Tahap
Tryanopolis, yaitu tahapan kota yang kehidupannya sudah di kuasai oleh triani,
kemacetan-kemacetan,kekacuan pelayanan, kejahatan, dan kriminalitas yang bias
terjadi.
Tahap Nekropolis, yaitu tahapan perkembangan kota yang
menuju ke arah kematiannya.
Selain berdasarkan tahapan
perkembangannya, kota juga masih dapat digolongkan dengan
memperhatikan fungsi sosialnya. Sistem penggolongan kota atas dasar fungsi
sosialnya bersifat relatif, maksudnya adalah bahwa fungsi kota di permukaan
bumi tidak bersifat tetap untuk selamanya. Ada kalanya sebuah kota
akan beralih fungsi, misalnya dari sebuah kota pusat perdaganan
menjadi pusat industri. Selain itu dapat pula terjadi sebuah kota memiliki
fungsi lebih satu,misalnya kota Jakarta sebagai sebuah kota memiliki
fungsi lebih dari satu, misalnya kota Jakarta sebagai pusat
pemerintahan dan pariwisata. Berdasarkan fungsinya kota dapat
di bedakan:
Kota Pusat Produksi yaitu kota yang
berfungsi sebagai pemasok barang-barang yang di butuhkan oleh wilayah lain.
Barang-barang yang di suplay oleh kota produksi dapat berupa bahan mentah
dan atau barang setengah jadi. Karena itu kota pusat produksi dapat dibedakan
atas kota penghasil bahan mentah, seperti Bukit Asam dan Obilin (batubara), Bontang
(LNG), Mojokerto (yodium) serta kota industri manufaktur (mengubah bahan mentah
menjadi barang jadi dan setengah jadi) seperti Cilegon (industri besi dan
baja), Bandung Raya (industri tekstil), Yokohama, Nagoya, Kobe dan Horoshima
(industri berat).
Kota pusat perdagangan baik yang
bersifat lokal maupun regional dan internasional. Contoh: Bremen pusat
perdagangan tembakau, Singapura pusat perdagangan internasional, Philadelphia,
pusat pelabuhan di Pantai Atlantik yang mengekspor batubara dan baja, Richmond
pelabuhan perdagangan di USA yang banyak mengekspor tembakau dan kota-kota
perdagangan di Indonesia.
Kota pusat pemerintahan: ibukota suatu
negara merupakan contoh paling jelas untuk melihat fungsi kota sebagai pusat
pemerintahan. Biasanya kantor-kantor lembaga tinggi beserta kantor pemerintahan
tingkat pusat terdapat di ibukota negara yang bersangkutan. Contoh: Jakarta,
Berlin, London, Istambul dan sebagainya.
Kota pusat kebudayaan, biasanya sangat
berhubungan dengan adat istiadat yang berlaku pada masyarakat setempat.
Misalnya kesenian tradisional, tata cara keagamaan, atau bentuk-bentuk budaya
yang lainnya yang masih dipegang teguh oleh penduduk setempat. Contoh: beberapa
kota di propinsi Bali, Yogyakarya, Surakarta dan beberapa kota di India sebagai
pusat agama dan kebudayaan Hindu, Roma dan Vatikan sebagai pusat agama dan
kebudayaan Kristen Katolik, serta Mekah sebagai kota pusat agama dan kebudayaan
Islam.
4.1 Struktur
dan Pola keruangan Kota
Ruang, termasuk tanah dan
lingkungan yang diatur dan digunakan untuk mendirikan gedung dan banngunan.
Untuk kantor
kantor, bank, stasiun, pasar, rumah sakit, dan
sebagainya Untuk jalur-jalur jalan yang
menghubungkan kata dengan tempat-tempat lain seperti jalan kabupaten, jalan
propinsi dan jalur-jalur kanan dan kota yang berfungsi sebagai urat nadi dalam
tubuh manusia. Jalan ini mensuplai kebutuhan penduduk ke segala sudut.
Taman-taman olahraga,seperti lapangan sepak bola,pacuan kuda taman bermain
anak-anak dan sebagainya. Tempat-tempat parkir
4.1.1 Pola keruangan kota
1.
Pola Penggunaan Lahan Kota
Beberapa sarjana yang berkecimpung dalam
studi kekotaan ini telah berusaha mengadakan uraian mengenai letak dan bentuk
daerah permukiman di kota secara ideal Ernest W.Burgess, mengenai
urban areas yang dikenal dengan teori pola zone konsentris. Dalam teori
tersebut dinyatakan bahwa daerah kekotaan dapat dibagi dalam lima (5)
zone, yaitu :
Zone pusat daerah kegiatan atau Central
Bistricts atau Loop. Dalam zona PDK ini terdapat toko-toko
besar, bangunan-bangunan kantor yang kadang-kadang atau sering juga
bertingkat, bank, rumah makan, museum dan sebagainya.
Zone peralihan atau sering Disebut Zone
Transisi. Zone ini merupakan daerah yang terikat dengan pusat daerah
kegiatan. Penduduk zone ini tidak stabil, baik ditinjauh dari segi
tempat tinggal maupun dari segi social ekonomi. Daerah ini dikategorikan
dalam daerah yang berpenduduk miskin. Dalam rencana pengembangan kota
daerah ini akan diubah menjadi daerah yang lebih baik dan berguna,antara lain
untuk kompleks perhotelan, tempat-tempat parker dan jalan-jalan utama yang
menghubungkan inti kota dengan daerah-daerah di luarnya.
Zone Pemukiman Klas Proletar. Nampak dalam zone
ini bawah perumahannya sedikit lebih baik dari perumahan mereka yang bertempat
tinggal di zone peralihan. Daerah-daerah ini didiami oleh para pekerja
yang kurang mampu,rumah-rumahnya kecil dan daerah ini tidak begitu
menarik. Zone ini dikenal dengan istilah Workingmen’s Home.
Zone pemukiman Klas Menengah atau Residentatial
Zone, ini merupakan kompleks perumahan dari para karyawan klas
menengah, mereka memiliki keahlian tertentu. Rumah-rumahnya lebih
baik di bandingkan dengan perumahan di daerah klas proletar.
Zone penglaju atau Zone Commuters, merupakan
suatu daerah yang sudah memasuki daerah belakang atau hinterland. Penduduk
dari daerah ini bekerja di kota. Mereka pergi ke kota dengan naik
sepeda,naik bus, kereta api pada pagi hari dan sore harinya mereka pulang
ke rumah masing-masing. Oleh karena itu zone ini disebut zone
penglaju.
Gambar Pola Keruangan Daerah Kekotaan Menurut Teori
Konsentris
Pola keruangan seperti di atas bukan berarti sudah
ideal,jadi tidak selalu tepat dengan nyata. Oleh karna itu kemudian
timbulah teori yang lain seperti yang dikemukakan Homer Hoyt yang
terkenal sebagai pembentuk teori sektor mengenai perkembangan daerah kekotaan.
Homer Hoyt beranggapan dalam teorinya bahwa :
Daerah-daerah yang memiliki sewa tanah atau harga yang
tinggi terletak di tepi luar dari kota.
Daerah-daerah yang memiliki sewa atau harga tanah yang
rendah merupakan jalur-jalur yang mirip dengan roti tart,Jalur-jalur ini
bentuknya memanjang dari pusat kota ke daerah perbatasan atau tepi kota.
Zone pusat
adalah zone pusat daerah kegiatan (PDK).
Daerah-daerah industri berkembang
sepanjang lembah sungai dan jalur jalan kereta api yang menghubungkan
kota dengan kota-kota di tempat lain sehingga dapat menimbulkan perluasan
kota yang tidak konsentris melainkan meluas secara sektor.
Gambar Pola Keruangan Daerah Kekotaan Menurut Teori
Sektor
Selanjutnya Homer Hoyt beranggapan bahwa kota dapat berkembang melalui tiga cara:
Pertama, sebuah kota tumbuh secara menegak,ini disebabkan karena stuktur keluarga tunggal semakin lama menjadi struktur keluarga ganda. Dengan demikian tiimbul rumah-rumah flat atau apartemen yang memisahkan keluarga satu dengan keluarga lainnya. Bila perluasan keluar menjadi terbatas maka terjadi rumah-rumah flat yang bertingkat.
Kedua, sebuah kota yang masih memiliki
cukup ruang kosong dapat diisi atau terisi oleh bangunan-bangunan
perumahan dan kantor-kantor di sela kota.
Ketiga, sebuah kota dapat meluas dengan arah sentrifugal atau lateral keluar. Sebagai tambahan keterangaan dapat dijelaskan disini, bahwa pola perluasan atau pemekaran atau ekspansi kota dapat terjadi dalam 3 bentuk:
Ketiga, sebuah kota dapat meluas dengan arah sentrifugal atau lateral keluar. Sebagai tambahan keterangaan dapat dijelaskan disini, bahwa pola perluasan atau pemekaran atau ekspansi kota dapat terjadi dalam 3 bentuk:
Perluasan mengikuti pertumbuhan sumbu atau perluasanya
mengikuti jalur-jalur transportasi kearah daerah-daerah perbatasan kota
Daerah-daerah diluar kota yang terisolir semakin lama
semakin berkembang juga dan akirnya menggabung pada kota
Dengan bergabungnya nucleus utama dengan
nukleus-nukleus dikota kota kecil yang berada diluar kota dapat terbentuk
konurbasi
Teori lain yang dikenal adalah Teori inti ganda
atau Multiple Nuclei. Dalam teori ini pola keruanganya tidak
konsentris dan seolah olah meruakan inti yang berdiri sendiri. Teori ni juga
beranggapan bahwa tidak ada urutan-urutan yang teratur dari zone-zone seperti
yang dianggap oleh teori konsentris .
Gambar Pola Keruangan Daerah Kekotaan Menurut
Teori Inti Ganda
Dari beberapa teori diatas, kemudian muncul beberapa kritik, diantaranya yang dikemukakan oleh Maurice R. Devie dalam bukunya The pattern of Urban Growth. Keberatan-keberatan yang diajukan sebagai berikut:
Bentik PDK tidaklah bulat, tetapi cendrung berbentuk
segi empat atau persegi panjang . Penggunaan tanah perdagangan meluar keluar
secara radial sepanjang jalan dan memusat pada tempat-tempat tertentu yang
strategis dan membentuk pusat-pusat sub atau sub centers. Daerah
industri terletak dekat jalan raya, dekat sungai sehingga tidak akan
terjadi daerah-daerah industri yang mengelompok.
Perumaan kelas rendah dapat di jumpai dekat
daerah-daerah indusri dan transportasi. Perumahan kelas rendah dan
kelas tinggi terdapat dimana-mana, jadi tidak akan terjadi
pengelompokan-pengelompokan.
Kritik ini dapat dibenarkan juga, tetapi sudah di
nyatakan lebih dahulu, bahwa teori Burgess adalah teori ideal
sifatnya dan tentunya tidak selalu tepat, karena perbedaan kondisi
geografis, ekonomi, kultral dan politik. Demikian dengan teori-teori
lainya. Teori ini sebenarnya merupakan suatu usaha pendekatan akademis terhadap
proses dan pola perkembangan daerah kekotaan.
BAB III
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan mengenai klasifikasi kota atas dasar karakteristik
fungsinya, dapat disimpulkan bahwa : Klasifikasi yang telah dikemukakan dapat
digunakan perencana kota untuk mempertimbangkan dalam kaitannya dengan
usaha-usaha pengembangan dan perencanaan kota. Untuk Negara-negara yang masih
berkembang, misalnya Indonesia, beberapa macam klasifikasi kota tidak harus mengikuti
fungsi yang telah disebutkan, karena latar belakang kehidupan sosial ekonomi
perkotaan yang ada mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan negara-negara yang
maju. Usaha dalam menggolongkan jenis-jenis kota berdasarkan jenisnya merupakan
hal yang sangat penting dalam rangka pengembangan regional dan kota-kota yang
ada termasuk di dalam kontelasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Subscribe by Email
Follow Updates Articles from This Blog via Email
No Comments